
PETA SEBARAN BUDAYA
ISTANO KALAMBU SUTO KERAJAAN JAMBU LIPO

PERKAMPUNGAN ADAT

MAKAM SYECH ABDUL WAHAB

MAKAM WILLEM HENDRIK DE GREVE

LOKOMOTIF UAP SILUKAH

MAKAM ANAK RAJO

MAKAM RAJO IBADAT

SALINGKA KECAMATAN IV NAGARI
BALAI ADAT "BALAI GADANG 16 KOTO"



Sejarah Balai Adat “BALAI GADANG 16 KOTO” bermula dari musyawarah Guguak Nan Bulek. Musyawarah ini dilaksanakan oleh Datuak yang berasal dari 3 (Tiga) Nagari yang dalam sejarah nagari disebut Datuak Nan XVI (Enam Belas) Koto terdiri dari :
- V (Lima) Koto Palangki terdiri dari : (1) Dt. Rajo Mudo di Koto Boduok, (2) Dt. Lelo Panjang dari Koto Muaro Balai, (3) Dt. Sinaro Nan Putiah dari Koto Batu Mangunyiak, (4) Dt. Mogek Kanamaan dari Koto Comin Tato, dan (5) Dt. Baromban Bosi dari Koto Pamatang Barangan.
- IV (Empat) Koto Sijunjung terdiri dari : (1) Dt. Tan Mantari dari Koto Gunuang Medan, (2) Dt. Bandaro Sati dari Koto Sosai, (3) Dt. Pamatang Sati dari Koto Bukik Kunik, dan (4) Dt. Lubuk Kayo dari Koto Danau.
- VII (Tujuh) Koto Tanjung Ampalu / Limo Koto terdiri dari : (1) Dt. Samburapi dari Koto Batu Gondang, (2) Dt. Sampan Hulu dari Koto Panjang / Batu Tungga, (3) Dt. Imbang Patiah dari Koto Aua, (4) Dt. Simarajo dari Koto Data, (5) Dt. Tan Mandaro dari Koto Baru, (6) Dt. Rajo Dio dari Koto Palaluar, dan (7) Dt. Rajo Lelo dari Koto Tanjung.
Musyawarah ini terjadi adalah karena adanya pertempuran antara kaum Dt. Mogek Kenamaan dari Koto Comin Tato Palangki dengan kaum Dt. Pematang Sati dari Koto Bukik Kunik Sijunjung tepatnya di Bukik Sitangkai Puyuoh atau disebut juga dengan Bukik Paparangan di Lurah Nan Panjang (SMKN 2 Sijunjung sekarang). Masing-masing pihak saling mengakui bahwa bukit tersebut termasuk kedalam ulayat mereka. Karena tidak ada yang mau mengalah, sehingga terjadilah peperangan yang tidak diinginkan. Supaya tidak ada korban yang jatuh pada kedua belah pihak, datanglah perintah dari Tuanku Nan Kiramat dan Dt. Baromban Bosi untuk menghentikan peperangan itu, lalu didirikanlah marawa gadang tanda akan dicarikan penyelesaiannya.
Untuk menyelesaikan permasalahan batas ulayat tersebut maka sepakatlah Datuak Nan XVI Koto untuk mengadakan musyawarah yang bertempat di Guguak Nan Bulek (yang berada di tepi jalan Adinegoro Nagari Padang Laweh Selatan sekarang).
Yang menjadi pembahasan awal dari perundingan ini adalah menetapkan batas wilayah antara Nagari Palangki dan Nagari Sijunjung. Setelah mengalami perdebatan panjang, maka ditetapkanlah batas tersebut terletak di Bukik Sitangkai Puyuoh.
Selain menetapkan batas Ulayat, Datuak Nan XVI Koto juga menyepakati sebagai berikut :
Untuk menyelesaikan permasalahan batas ulayat tersebut maka sepakatlah Datuak Nan XVI Koto untuk mengadakan musyawarah yang bertempat di Guguak Nan Bulek (yang berada di tepi jalan Adinegoro Nagari Padang Laweh Selatan sekarang).
Yang menjadi pembahasan awal dari perundingan ini adalah menetapkan batas wilayah antara Nagari Palangki dan Nagari Sijunjung. Setelah mengalami perdebatan panjang, maka ditetapkanlah batas tersebut terletak di Bukik Sitangkai Puyuoh.
Selain menetapkan batas Ulayat, Datuak Nan XVI Koto juga menyepakati sebagai berikut :
- Siapa yang akan menjadi Rajo di Daerah XVI Koto sampai ke Rantau bila Rajo tidak ada.
- Jika timbul silang sengketa antara Datuak Nan XVI Koto atau silang sangketo di nagari, kemana dibawah Sarantau dan Hilia Sarantau Mudiak.
- Siapa yang akan menjadi Hakim di wilayah XVI Koto.
- Jika datang Sonok dari Hilir atau Sikuju dari Mudiak, Tibo dituhuik dengan parang, siapa yang akan menjadi Parik Paga.
- Jika ada orang kafir hendak tobat, jika ada orang hendak nikah tidak punya wali, siapa yang menjadi alim ulamanya dan siapa yang akan menjadi penghulu dan walinya.
- Jika silang sengketa tidak selesai atau tidak habis sesudah perkara diputuskan atau tidak terima oleh yang bersengketa, kemana akan membanding perkara tersebut.
Lalu dilaksanakanlah musyawarah sesama Datuak yang berasal dari XVI Koto selama beberapa hari. dan didapatlah beberapa keputusan sebagai berikut :
- Untuk sebagai perwakilan Rajo Pagaruyuang sewaktu rajo tidak berada di daerah XVI Koto maka ditunjuk lah Dt. Baromban Bosi dari Pematang Barangan yang kemudian bergelar Dt. Bagindo Rajo dengan sebutan Tak Rajo Kaganti Rajo.
- Tempat menyelesaikan suatu perkara bertempat di Balai Adat atau Balai Gadang XVI Koto di Palangki.
- Yang akan menjadi hakim dalam menyelesaikan suatu perkara adalah Datuak Limo Koto di Palangki.
- Yang akan menjadi parik paga adalah Datuak yang berasal dari Koto VII Tanjung Ampalu.
- Yang akan menjadi malin atau alim ulama ialah Datuak yang berasal dari IV Koto Sijunjung.
- Jika suatu perkara tidak dapat diterima oleh orang yang berperkara di Balai Gadang di Palangki, maka tempat banding perkara tersebut adalah ke Basa Ampek Balai dan Rajo Tigo Selo. Basa Ampek Balai adalah : (1) Dt. Indomo di Saruaso, (2) Dt. Mangkudum di Sumanik, (3) Dt. Bandaro si Sungai Tarab, dan (4) Tuan Kadhi di Padang Gantiang. Kemudian Rajo Tigo Selo terdiri dari : (1) Rajo Alam di Pagaruyuang, (2) Rajo Adat di Lintau Buo, dan (3) Rajo Ibadat di Sumpur Kudus.
Adapun sebagai tambahan dari keputusan musyawarah Guguak Nan Bulek adalah apabila akan dilaksanakan musyawarah Niniak Mamak di Wilayah XVI Koto dari mana biaya pelaksanaan kegiatan akan diambilkan, maka sepakatlah peserta musyawarah untuk menetapkan Sawah Nan Tigo Suduik yang terletak dalam ulayat Dt. Rajo Mudo (Sawah dibawah rumah dinas bupati Sijunjung sekarang di Muaro) sebagai sumber pendanaan musyawarah Ninik Mamak XVI Koto.
Sampai saat ini Undai-undai hasil keputusan musyawarah Guguak Nan Bulek yang masih menjadi perbincangan di masyarakat adalah :
“Cadiak di Palangki bacakak laki bini indak tadamaikan, Bagak di Koto VII ayam dek musang indak taturuni, Malin di Sijunjuang urang ka nikah kawin indak bawali indak tanikahkan”
Sepintas kalau dilihat arti undai diatas sangat bersalahan dengan arti yang sebenarnya karena kata-kata yang tersirat dari undai-undai tersebut adalah sebagai berikut :
Sampai saat ini Undai-undai hasil keputusan musyawarah Guguak Nan Bulek yang masih menjadi perbincangan di masyarakat adalah :
“Cadiak di Palangki bacakak laki bini indak tadamaikan, Bagak di Koto VII ayam dek musang indak taturuni, Malin di Sijunjuang urang ka nikah kawin indak bawali indak tanikahkan”
Sepintas kalau dilihat arti undai diatas sangat bersalahan dengan arti yang sebenarnya karena kata-kata yang tersirat dari undai-undai tersebut adalah sebagai berikut :
- Perceraian suami istri yang hendak melakukan perceraian bisa didamaikan dengan duduknya ninik mamak melakukan musyawarah antara kedua belah pihak sehingga yang hendak melakukan perceraian tidak jadi bercerai.
- Setiap terdengar kokok ayam atau permasalahan di Nagari cepat ditanggapi sehingga permasalahan tersebut dapat dengan cepat diselesaiakan.
- Orang yang hendak melakukan pernikahan jika tidak ada walinya maka harus dicarikan jalan supaya orang tersebut bisa melakukan pernikahan yang syah secara Agama.
Sumber : Asrul, MT. Dt.Mogek Kanamaan (10 November 2024)